Gambar Ilustrasi

Hari ini, tepat pukul 10, saya bersama Mamak, Bokde, Iyung, dan Ilham melangkahkan kaki menuju makam almarhum Bapak. Langit cerah, angin berhembus pelan, seakan alam pun turut menyambut langkah kami dalam perjalanan mengenang Beliau.

Dulu, ada perdebatan tentang ziarah kubur. Sebagian berpegang pada hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah, yang menyatakan bahwa Rasulullah sempat melarangnya karena adanya isak tangis yang berlebihan. Namun, kemudian Rasulullah pun membolehkannya sebagai sarana untuk mengingat kematian. Saya lebih cenderung pada pemahaman ini, bahwa ziarah kubur bukan sekadar kunjungan, tetapi juga refleksi tentang renungan bahwa setelah kehidupan pasti ada kematian.

Saat tiba di makam, hati saya merasa lega melihat makamnya yang bersih dan terawat. Tanahnya tidak amblas, tidak ditumbuhi rumput, tidak juga rusak, seolah masih kokoh menjaga kenangan tentang Bapak. Di atasnya, tumbuh dua bunga yang seakan memberikan sentuhan keindahan di tengah keheningan. Saya merasa itu adalah simbol ketenangan, pertanda bahwa Bapak beristirahat dengan tenang dan damai ditemani dengan amal-amal kebaikan semasa hidupnya.

Sebagai bentuk penghormatan dan harapan, saya menancapkan pohon pelamboyan di dekat makamnya. Dalam hati, saya berdoa agar kelak pohon ini tumbuh besar, rimbun, dan memberikan keteduhan. Sebagaimana Bapak yang selalu menjadi naungan bagi keluarga kami semasa hidupnya, semoga pohon ini menjadi perlambang kasih sayang yang terus mengalir meski Beliau telah tiada.

Ziarah ini bukan hanya sebuah kunjungan, tetapi juga pengingat bagi saya dan keluarga bahwa hidup ini fana. Suatu saat, kita semua akan kembali kepada-Nya. Semoga kita selalu diberikan kesempatan untuk berbuat baik dan meninggalkan jejak kebaikan yang terus mengalir, sebagaimana doa-doa yang tak henti kami panjatkan untuk almarhum Bapak. Al-Fatihah...