Berbagai
pertanyaan masuk ke meja redaksi muslim.or.id, berkaitan dengan zakat
mal. Untuk melengkapi dan menyempurnakan pemahaman tentang zakat
tersebut, maka berikut ini kami ringkas satu tulisan ustadz Kholid
Syamhudi dari majalah As Sunnah edisi 06 tahun VII/2003M.
Syarat seseorang wajib mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:
- Islam
- Merdeka
- Berakal dan baligh
- Memiliki nishab
Makna nishab
di sini adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh
syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan
zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang
yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan
mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah,
“Dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang
lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berpikir.” (Qs. Al Baqarah: 219)
Makna al afwu
(dalam ayat tersebut-red), adalah harta yang telah melebihi kebutuhan.
Oleh karena itu, Islam menetapkan nishab sebagai ukuran kekayaan
seseorang.
Syarat-syarat nishab adalah sebagai berikut:
1.
Harta tersebut di luar kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang, seperti
makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat yang dipergunakan
untuk mata pencaharian.
2.
Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul)
terhitung dari hari kepemilikan nishab dengan dalil hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun).” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh al AlBani)
Dikecualikan
dari hal ini, yaitu zakat pertanian dan buah-buahan. Karena zakat
pertanian dan buah-buahan diambil ketika panen. Demikian juga zakat
harta karun (rikaz) yang diambil ketika menemukannya.
Misalnya,
jika seorang muslim memiliki 35 ekor kambing, maka ia tidak diwajibkan
zakat karena nishab bagi kambing itu 40 ekor. Kemudian jika
kambing-kambing tersebut berkembang biak sehingga mencapai 40 ekor, maka
kita mulai menghitung satu tahun setelah sempurna nishab tersebut.
Nishab, Ukuran dan Cara Mengeluarkan Zakatnya
1. Nishab emas
Nishab emas sebanyak 20 dinar. Dinar yang dimaksud adalah dinar Islam.
1 dinar = 4,25 gr emas
Jadi, 20 dinar = 85gr emas murni.
Dalil nishab ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Tidak
ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas – sampai memiliki
20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul,
maka terdapat padanya zakat ½ dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan
hal itu, dan tidak ada zakat pada harta, kecuali setelah satu haul.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi)
Dari
nishab tersebut, diambil 2,5% atau 1/40. Dan jika lebih dari nishab dan
belum sampai pada ukuran kelipatannya, maka diambil dan diikutkan
dengan nishab awal. Demikian menurut pendapat yang paling kuat.
Contoh:
Seseorang
memiliki 87 gr emas yang disimpan. Maka, jika telah sampai haulnya,
wajib atasnya untuk mengeluarkan zakatnya, yaitu 1/40 x 87gr = 2,175 gr
atau uang seharga tersebut.
2. Nishab perak
Nishab
perak adalah 200 dirham. Setara dengan 595 gr, sebagaimana hitungan
Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin dalam Syarhul Mumti’ 6/104 dan
diambil darinya 2,5% dengan perhitungan sama dengan emas.
3. Nishab binatang ternak
Syarat
wajib zakat binatang ternak sama dengan di atas, ditambah satu syarat
lagi, yaitu binatanngya lebih sering digembalakan di padang rumput yang
mubah daripada dicarikan makanan.
“Dan dalam zakat kambing yang digembalakan di luar, kalau sampai 40 ekor sampai 120 ekor…” (HR. Bukhari)
Sedangkan ukuran nishab dan yang dikeluarkan zakatnya adalah sebagai berikut:
a. Onta
Nishab onta adalah 5 ekor.
Dengan pertimbangan di negara kita tidak ada yang memiliki ternak onta, maka nishab onta tidak kami jabarkan secara rinci -red.
b. Sapi
Nishab sapi adalah 30 ekor. Apabila kurang dari 30 ekor, maka tidak ada zakatnya.
Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
Jumlah Sapi
|
Jumlah yang dikeluarkan
|
30-39 ekor
|
1 ekor tabi’ atau tabi’ah
|
40-59 ekor
|
1 ekor musinah
|
60 ekor
|
2 ekor tabi’ atau 2 ekor tabi’ah
|
70 ekor
|
1 ekor tabi dan 1 ekor musinnah
|
80 ekor
|
2 ekor musinnah
|
90 ekor
|
3 ekor tabi’
|
100 ekor
|
2 ekor tabi’ dan 1 ekor musinnah
|
Keterangan:
- Tabi’ dan tabi’ah adalah sapi jantan dan betina yang berusia setahun.
- Musinnah adalah sapi betina yang berusia 2 tahun.
- Setiap 30 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor tabi’ dan setiap 40 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor musinnah.
c. Kambing
Nishab kambing adalah 40 ekor. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Jumlah Kambing
|
Jumlah yang dikeluarkan
|
40 ekor
|
1 ekor kambing
|
120 ekor
|
2 ekor kambing
|
201 – 300 ekor
|
3 ekor kambing
|
> 300 ekor
|
setiap 100, 1 ekor kambing
|
4. Nishab hasil pertanian
Zakat hasil pertanian dan buah-buahan disyari’atkan dalam Islam dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,“Dan
Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama
(rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-An’am: 141)
Adapun nishabnya ialah 5 wasaq, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Zakat itu tidak ada yang kurang dari 5 wasaq.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Satu wasaq setara dengan 60 sha’ (menurut kesepakatan ulama, silakan lihat penjelasan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
3/364). Sedangkan 1 sha’ setara dengan 2,175 kg atau 3 kg. Demikian
menurut takaaran Lajnah Daimah li Al Fatwa wa Al Buhuts Al Islamiyah
(Komite Tetap Fatwa dan Penelitian Islam Saudi Arabia). Berdasarkan
fatwa dan ketentuan resmi yang berlaku di Saudi Arabia, maka nishab
zakat hasil pertanian adalah 300 sha’ x 3 kg = 900 kg. Adapun ukuran
yang dikeluarkan, bila pertanian itu didapatkan dengan cara pengairan
(atau menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya sebanyak 1/20
(5%). Dan jika pertanian itu diairi dengan hujan (tadah hujan), maka
zakatnya sebanyak 1/10 (10%). Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Pada
yang disirami oleh sungai dan hujan, maka sepersepuluh (1/10); dan yang
disirami dengan pengairan (irigasi), maka seperduapuluh (1/20).” (HR. Muslim 2/673)
Misalnya:
Seorang petani berhasil menuai hasil panennya sebanyak 1000 kg. Maka
ukuran zakat yang dikeluarkan bila dengan pengairan (alat siram tanaman)
adalah 1000 x 1/20 = 50 kg. Bila tadah hujan, sebanyak 1000 x 1/10 =
100 kg
5. Nishab barang dagangan
Pensyariatan
zakat barang dagangan masih diperselisihkan para ulama. Menurut
pendapat yang mewajibkan zakat perdagangan, nishab dan ukuran zakatnya
sama dengan nishab dan ukuran zakat emas.
Adapun
syarat-syarat mengeluarkan zakat perdagangan sama dengan syarat-syarat
yang ada pada zakat yang lain, dan ditambah dengan 3 syarat lainnya:
1) Memilikinya dengan tidak dipaksa, seperti dengan membeli, menerima hadiah, dan yang sejenisnya.
2) Memilikinya dengan niat untuk perdagangan.
3) Nilainya telah sampai nishab.
Seorang
pedagang harus menghitung jumlah nilai barang dagangan dengan harga
asli (beli), lalu digabungkan dengan keuntungan bersih setelah dipotong
hutang.
Misalnya:
Seorang pedagang menjumlah barang dagangannya pada akhir tahun dengan
jumlah total sebesar Rp. 200.000.000 dan laba bersih sebesar Rp.
50.000.000. Sementara itu, ia memiliki hutang sebanyak Rp. 100.000.000.
Maka perhitungannya sebagai berikut:
Modal – Hutang:
Rp. 200.000.000 – Rp. 100.000.000 = Rp. 100.000.000
Jadi jumlah harta zakat adalah:
Rp. 100.000.000 + Rp. 50.000.000 = Rp. 150.000.000
Zakat yang harus dibayarkan:
Rp. 150.000.000 x 2,5 % = Rp. 3.750.000
6. Nishab harta karun
Harta
karun yang ditemukan, wajib dizakati secara langsung tanpa mensyaratkan
nishab dan haul, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Dalam harta temuan terdapat seperlima (1/5) zakatnya.” (HR. Muttafaqun alaihi)
Cara Menghitung Nishab
Dalam
menghitung nishab terjadi perbedaan pendapat. Yaitu pada masalah,
apakah yang dilihat nishab selama setahun ataukah hanya dilihat pada
awal dan akhir tahun saja?
Imam
Nawawi berkata, “Menurut mazhab kami (Syafi’i), mazhab Malik, Ahmad,
dan jumhur, adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan
zakatnya – dan (dalam mengeluarkan zakatnya) berpedoman pada hitungan
haul, seperti: emas, perak, dan binatang ternak- keberadaan nishab pada
semua haul (selama setahun). Sehingga, kalau nishab tersebut berkurang
pada satu ketika dari haul, maka terputuslah hitungan haul. Dan kalau
sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungannya lagi, ketika
sempurna nishab tersebut.” (Dinukil dari Sayyid Sabiq dari ucapannya
dalamFiqh as-Sunnah
1/468). Inilah pendapat yang rajih (paling kuat -ed) insya Allah.
Misalnya nishab tercapai pada bulan Muharram 1423 H, lalu bulan Rajab
pada tahun itu ternyata hartanya berkurang dari nishabnya. Maka
terhapuslah perhitungan nishabnya. Kemudian pada bulan Ramadhan (pada
tahun itu juga) hartanya bertambah hingga mencapai nishab, maka dimulai
lagi perhitungan pertama dari bulan Ramadhan tersebut. Demikian
seterusnya sampai mencapai satu tahun sempurna, lalu dikeluarkannya
zakatnya. Demikian tulisan singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat.
***
Sumber :
Diringkas dari tulisan: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Dipublikasikan oleh www.muslim.or.id