Saat terjadi gerhana bulan sebagian pada 4 Juni 2012
animo masyarakat Indonesia cukup tinggi untuk mengamati peristiwa natural yang
sangat menarik tersebut. Masa silam gerhana merupakan fenomena alam yang sangat
ditakuti oleh masyarakat setempat. Bahkan masyarakat menganggap terjadinya
gerhana sering dinisbatkan pada malapetaka yang akut. Hal ini dapat dilihat
dari penamaan gerhana dengan kata eclipse (gerhana) yang berasal dari
bahasa Yunani ekleipsis (peninggalan) yang menunjukkan betapa masyarakat
zaman dahulu fobia terhadap hilangnya matahari ataupun bulan dari
pandangan mata yang berpotensi pada gelapnya jagat raya.
Jika menelisik peradaban suku Arab Quraisy, terjadinya
fenomena gerhana selalu dikaitkan dengan kejadian mistik seperti adanya
kematian atau kelahiran seseorang. Kepercayaan ini diadopsi secara turun
temurun hingga menjadi keyakinan umum masyarakat setempat. Di zaman Rasulullah misalnya,
pernah terjadi gerhana matahari yang bersamaan dengan kematian putra Rasul SAW yang
bernama Ibrahim. Masyarakat pada saat itu menganggap terjadinya gerhana karena
kematian putra Nabi tersebut.
Mitologi gerhana berkembang di berbagai negara,
di China orang percaya bahwa seekor naga langit membanjiri sungai dengan darah
lalu menelannya. Itu sebabnya orang Cina menyebut gerhana sebagai “chih”
yang artinya memakan. Sampai abad ke 19 mereka biasanya membunyikan petasan
untuk menakut-nakuti sang naga. Masyarakat di India juga percaya bahwa seekor
naga lah yang membuat gerhana. Mereka lalu menyembah sang naga dengan berendam
sampai sebatas leher. Sementara di Jepang, orang percaya bahwa waktu gerhana
ada racun yang disebarkan ke bumi. Dan untuk menghindari air di bumi yang terkontaminasi
racun, mereka menutupi sumur-sumur mereka. Lalu, Kaisar Louis dari Perancis
wafat setelah mengamati gerhana tahun 840. Konon Kaisar mengalami kegelapan
selama 5 menit dan meninggal karena bingung dan begitu ketakutan. Di Indonesia,
khususnya masyarakat Jawa menganggap bahwa Batara Kala alias raksasa jahat memakan
bulan atau matahari. Maka masyarakat Jawa khususnya anak-anak ramai memukul
kentongan pada saat gerhana untuk menakut-nakuti dan mengusir Batara Kala.
Hingga saat ini, fenomena gerhana masih kental dengan prosesi klenik
yang berpotensi syirik massal.
Rekaman peristiwa gerhana menjadi suatu
dokumen yang berguna untuk mengetahui kejadian penting di sekitar peristiwa gerhana
seperti rekam sejarah dan peristiwa kematian putra Nabi (Ibrahim). Dengan
mengetahui peristiwa gerhana tersebut dapat menetukan sekaligus koreksi atau
konfirmasi terhadap berbagai laporan tentang suatu peristiwa. Interpretasi hasil
pengamatan zaman dahulu yang sarat dengan unsur klenik dan takhayul
terbantahkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Saat ini fenomena gerhana
tidak lagi ditakuti manusia, bahkan sebaliknya fenomena ini dapat dijadikan
suatu peristiwa maha karya yang menakjubkan. Bahkan fenomena gerhana dapat
dijelaskan secara logis dan empirik dengan pendekatan astronomi modern.
Secara astronomi gerhana bulan terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan
tertutup oleh bayangan bumi. Saat itu bumi berada di antara matahari dan bulan
pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai
bulan karena terhalangi oleh bumi. Gerhana bulan total terjadi apabila bulan
tepat berada pada daerah umbra (bayangan inti yang berada di bagian tengah
sangat gelap pada saat terjadi gerhana bulan). Gerhana bulan sebagian terjadi
apabila seluruh bagian bulan tidak terhalang dari matahari oleh bumi. Sedangkan
sebagian permukaan bulan yang lain berada di daerah penumbra (bayangan kabur
yang terjadi pada saat gerhana bulan) masih terdapat sebagian sinar matahari
yang sampai ke permukaan bulan. Sedangkan gerhana bulan penumbra dimana seluruh
bagian bulan berada di bagian penumbra, sehingga bulan masih dapat terlihat
dengan warna yang suram.
Fenomena gerhana bulan yang kerap terjadi secara bertahap
dapat menyadarkan masyarakat bahwa di balik peristiwa itu kehadiran prima
causa tidak dapat diabaikan. Prima causa di sini adalah Tuhan yang
menjadikan segala sesuatu dengan mudah terjadi di alam semesta ini. Karena itu,
kehidupan manusia dan alam sekitarnya tidak lepas dari campur tangan-Nya.
Meskipun manusia dan teknologinya mampu menjawab sejumlah rahasia alam, tetapi
manusia tidak bisa menegasikan kehadiran Tuhan dalam ciptaan-Nya.
Pesan teks dari peristwa gerhana yang dapat dibaca pada
alam menunjukkan bahwa peristiwa gerhana
matahari ataupun bulan bukan terjadi karena kematian dan kehidupan seseorang bahkan
sangat tidak dianjurkan untuk menghubungkan dengan prosesi-prosesi klenik. Melalui ayat-ayat gerhana Tuhan ingin menunjukkan kuasa-Nya lewat media
vital bagi keberlangsungan manusia yang dapat menyinari dikala siang-malam yakni
matahari dan bulan. Pada hakikatnya gerhana merupakan siklus alam yang
dapat dijelaskan secara gamblang melalui ilmu pengetahuan. Gerhana yang
diobservasi manusia sejak ribuan tahun silam memberikan isyarat terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan. Pesan moril yang dapat
dibaca dari ayat-ayat gerhana hendaknya tidak membuat manusia menjadi arogan atas
keberhasilan yang dicapai dan membinasakan sesama manusia serta makhluk
lainnya. Di sinilah pentingnya peranan rasa spiritual bahwa sinergi agama dan
ilmu pengetahuan harus dijaga dan dikembangkan, karena dialog antara
ilmu dan agama adalah hal yang tidak bertentangan. (namrikaS)