PENDIDIKAN Islam di Indonesia mengalami lompatan kuantum yang cukup
signifikan. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya alih status dari
beberapa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) seperti STAIN
ke IAIN dan IAIN ke UIN dengan upaya mempertemukan antara ilmu-ilmu
keislaman dengan ilmu-ilmu umum sehingga tercapailah kesatuan ilmu yang
integratif dan interkonektif.
Pada awalnya, PTKIN fokus dengan kajian keagamaan secara an sich, yakni terbatas pada wilayah keyakinan dan penghayatan ajaran agama sebagai sumber pencerahan hidup yang dapat menggerakkan dan membimbing perilaku sehari-hari. Namun, dalam perkembangannya, PTKIN harus bersinergi dengan ilmu-ilmu umum. Karena jika dilihat dari kacamata historis sejatinya tidak terdapat jurang pemisah antara ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu umum.
Pada awalnya, PTKIN fokus dengan kajian keagamaan secara an sich, yakni terbatas pada wilayah keyakinan dan penghayatan ajaran agama sebagai sumber pencerahan hidup yang dapat menggerakkan dan membimbing perilaku sehari-hari. Namun, dalam perkembangannya, PTKIN harus bersinergi dengan ilmu-ilmu umum. Karena jika dilihat dari kacamata historis sejatinya tidak terdapat jurang pemisah antara ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu umum.
Secara teologis Qurani, Alquran tidak membatasi pada ilmu umum atau agama, keduanya harus berjalan beriringan dan saling melengkapi. Bahkan dari sudut pandang ushul fikih, Islam mencakup segala aspek, misalnya Islam mewajibkan umatnya sehat, karena itu PTKIN wajib mendirikan Fakultas Kedokteran. Umat Islam harus tertib administrasi, sebab itu PTKIN harus membuka Fakultas Akuntansi (Pendis, 2014). Bahkan, ketika umat Islam dianjurkan untuk meneliti tata surya dengan segala isinya, PTKIN harus mampu membuka Fakultas Astronomi.
Dengan integrasi dan interkoneksi ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama, mahasiswa dan alumni PTKIN tidak terbatas jadi “kiai” yang karismatik, dengan keilmuan agama yang tinggi dan luas, peduli dengan lingkungan, serta berjuang membangun dan memajukan masyarakat yang diayominya. Bahkan lebih dari itu, mahasiswa dan alumni PTKIN bisa menjadi cendekiawan yang berhati kiai sebagaimana para pendahulu yang telah menegakkan tonggak sejarah dan peradaban.
Seperti sosok Ibnu Sina misalnya, yang berprofesi sebagai dokter sekaligus sebagai seorang cendekiawan muslim yang alim dan bijaksana. Al-Biruni misalnya, yang berprofesi sebagai astronom, aktivitasnya disibukkan dengan meneliti tata surya di Observatorium Ulughbek di Samarkand, yang juga sebagai seorang cendekiawan muslim yang memiliki pengetahuan luas, keteguhan iman dan profesionalisme dalam berkarya. Dengan demikian, integrasi dan interkoneksi ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum yang merupakan distingsi PTKIN yakni mencetak mahasiswa dan melahirkan alumni yang mampu menyinergikan antara ilmu dan keimanan.
Sumber Nilai Pendidikan Islam
Pendidikan selama ini hanya menumpukkan pada aktivitas transfer ilmu (transfer of knowledge). Mengabaikan dimensi keagamaan, akhlak, dan kehidupan sosial yang sudah seharusnya diberi porsi cukup besar. Pendidikan harus bersifat komprehensif mengembangkan semua aspek pendidikan secara menyeluruh, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Hal ini dikarenakan pendidikan harus bersifat menyeluruh meliputi aspek intelektual, spiritual, moral, dan sosial.
Pendidikan masih terbatas pada sukses pencapaian secara intelektual, tapi lunturnya nilai-nilai agama, longgarnya nilai-nilai moral, lemahnya kontrol sosial, runtuhnya institusi keluarga, masyarakat, dan negara. Lunturnya nilai-nilai agama berdampak pada lemahnya pegangan hidup yang dapat melindungi dari kegamangan dan ketidakpastian; longgarnya nilai-nilai moral mudah terjerumus dalam dekadensi moral; lemahnya kontrol sosial merupakan faktor yang kondusif terjadinya perilaku menyimpang; runtuhnya institusi keluarga menyebabkan adanya gangguan kepribadian dan bahkan bersikap antisosial; dan segala bentuk penyimpangan itu menjadi lengkap ketika institusi pendidikan gagal menjalankan misinya.
Penanaman nilai diyakini membawa sukses dalam menanggulangi problem sosial. Penanaman nilai-nilai luhur menjadi penting untuk membawa kejayaan bangsa. Nilai-nilai luhur itu bersumber pada ajaran agama, kemanusiaan, dan nilai-nilai kebangsaan. Landasan keagamaan dimaksudkan bahwa ajaran agama dengan seperangkat keyakinan metafisis dan amalan praktis harus menjadi landasan utama dalam pendidikan.
Agama harus menjadi katalisator yang membentuk kepribadian mahasiswa dan alumni PTKIN. Kesadaran keagamaan yang baik akan memberikan kehidupan yang lebih bermakna yang berdampak positif pada terwujudnya nilai-nilai luhur, seperti keikhlasan, kejujuran, keadilan, amanah, dan tanggung jawab.
Landasan kemanusiaan dimaksudkan bahwa pendidikan harus berpihak pada nilai kemanusiaan. Pendidikan yang berlandaskan pada nilai kemanusiaan akan menghasilkan mahasiswa dan alumni PTKIN memiliki sikap kasih sayang, tolong-menolong, toleransi dan tenggang rasa, sikap santun, dan peduli. Sementara itu, landasan kebangsaan dimaksudkan agar mahasiswa dan alumni PTKIN mempunyai semangat kebangsaan, cinta Tanah Air, cinta terhadap lingkungan, menghargai nilai-nilai budaya, menjaga, memajukan, dan mengembangkannya.
Landasan sumber nilai pendidikan Islam harus terpadu menjadi satu-kesatuan yang utuh. Agar sumber nilai dapat dicapai dengan baik, pihak yang bertanggung jawab terhadap pendidikan harus bersinergi untuk mewujudkannya, serta ditopang dengan kurikulum yang terintegrasi antara intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Sumber nilai itu diterapkan kepada mahasiswa PTKIN dalam sebuah sistem yang integrated, komprehensif, dan mandiri.
Transformasi STAIN ke IAIN
Secara normative move on ke arah yang lebih baik mutlak dilakukan. Demikian juga dengan peralihan status STAIN ke IAIN adalah suatu keniscayaan. Transformasi STAIN ke IAIN merupakan langkah awal bagi PTKIN untuk mempertemukan kembali rumpun ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama. Dengan harapan menjadi solusi dari berbagai krisis yang diakibatkan ketidakpedulian suatu ilmu terhadap ilmu lain yang selama ini terjadi.
Transformasi STAIN ke IAIN dapat ditamsilkan dengan lahirnya seekor kupu-kupu yang tengah mengalami fase metamorfosis; dari telur ia menetas menjadi ulat, dari ulat ia menempa di dalam kepompong, dan dari kepompong lalu lahirlah kupu-kupu yang indah. Tahap kehidupannya dijalani dari generasi ke generasi tanpa ada satu tahap pun yang dapat dilompati. Hasil yang diharapkan adalah PTKIN dapat menciptakan cendekiawan muslim abad kontemporer yang berprinsip pada keteguhan iman, memperjuangkan kemajuan bangsa dan negara, menebarkan kebaikan, kemakmuran, dan kedamaian bagi sesama.