Demi pahala dan surga kemanuasiaan dijual murah kepada kemarahan dan kebencian oleh kaum yang mengaku beragama. Meski semua agama mengakui dan mengajarkan bahwa agama merupakan bagian konstruksi sejarah serta peradaban manusia. Tetapi, nilai-nilai kemanusiaan justeru mudah diseret-pinggirkan dari derap peradaban manusia. Fakta peminggiran nilai-nilai kemanusiaan menjadi bukti yang menunjukkan betapa agama telah menjadi domain lahirnya bibit-bibit kekuatan destruktif yang mudah terbentuk.

Kepercayaan terhadap sesuatu yang diyakini sebagai Tuhan bisa menjadi energi yang luar biasa bagi konstruksi psikologis seseorang. Dengan kepercayaan tersebut, bukan tidak mungkin seseorang bersedia melakukan apa saja untuk tujuan yang dianggap ultim dan transendentif. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika atas nama pahala surgawi seorang pemeluk suatu agama harus menindas agar yang ditindas itu diselamatkan dari neraka.
Imdadun Rahmat dalam buku Arus Baru Islam Radikal menyisir tipologi gerakan Islam yang cenderung konfrontatif terhadap sistem sosial-politik dan menghendaki perubahan total pada sistem yang berjalan saat ini dan menggantinya dengan sistem baru yang mereka sebut sebagai sistem Islam. Agenda mendirikan negara Islam dan formalisasi syariat Islam merupakan muara dari semua aktifitas yang mereka lakukan. Gerakan Islam yang dimaksud dalam buku tersebut merupakan representatif sebagai Islam radikal.
Islam radikal merupakan sebuah gerakan sosial keagamaan yang bersifat mondial bergerak lintas dunia dan mengajak umat Islam kembali pada kemurnian etika dengan cara mengintegrasikan cita-cita Islam berdasarkan doktrinitas agama (Keilani: 1984). Gerakan Islam radikal mengharamkan menerapkan sistem demokrasi. Kelompok Islam radikal adalah mereka yang berusaha mendirikan negara Islam dengan menggunakan kekerasan, termasuk menghilangkan nyawa manusia. Bagi kelompok ini, syarat pertama mencapai tujuan adalah menjatuhkan secara paksa penguasa suatu negara, mengambil alih kekuasaan, kemudian mendirikan negara Islam.
Kelompok Islam radikal menggunakan konsep takfir, yakni mengkafirkan semua orang Islam di luar kelompok mereka dan menghalalkan darah dan harta benda mereka. Anggota kelompok Islam radikal tersebar di seluruh dunia. Mereka berasal dari berbagai negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Gerakan Islam radikal mempunyai kecenderuangan berpaham keras dalam memahami agama. Akibatnya, mereka tidak segan-segan dengan dalih agama melakukan tindak kekerasan. Gerakan Islam radikal menawarkan prinsip-prinsip moralitas dalam tatanan sosial-politik berubah pada pembelaan-pembelaan atas nama kepentingan kelompok muslim yang sangat parsial. Stabilitas politik, keamanan, dan perdamaian dunia menjadi terancam atas tindakannya.
Ideologi Islam radikal melintasi batas administratif dan teritorial, mengepakkan sayapnya dari satu negeri ke negeri lain. Ketika memasuki wilayah tertentu, mereka dapat mewujud dalam rupa yang berbeda tapi memiliki ciri khas; yakni, memahami Islam sebagai ajaran paripurna, meyakini universalitas simbol-simbol Islam yang dipahami dalam lintas sektoral,menjelma berbagai bentuk yang begitu banyakdan tidak terperikan jumlahnya, melakukan gerakan bahwah tanah agar tidak diketahui oleh publik, mengubur buku-buku yang mereka pelajari, dan dalam pertemuan rutin (liqa’) mereka datang tidak secara berkelompok, melainkan satu persatu, demikian juga ketika pulang. Namun, sebagai ideologi Islam radikal terbentur dengan problem epistemologi khususnya demokrasi.
Secara teologis, gerakan Islam radikal dipengaruhi oleh teologi salafi. Jika ditelusuri akar geneolois, teologi salafi bersumber pada beberapa pemikiran dan gerakan yang dipengaruhi oleh; pertama, pemikiran Ibn Taimiyah yang menentang adanya infiltrasi budaya lokal dalam mempraktikkan agama. Kedua, secara gerakan teologi salafi dipengaruhi oleh gerakan kaum reformis wahabi di Arab Saudi yang menginginkan pemurnian Islam. Ketiga, penafsiran yang literal dan lebih melihat teks daripada konteks. Hal ini terlihat dari cara mereka memahami teks-teks suci ajaran Islam tanpa mempertimbangkan konteks dan interpretasinya.
Gerakan Islam radikal jika dilihat dalam konteks geostrategi adalah hasil perselingkuhan agama dan kekuasaan yang terjadi di Timur Tengah. Berawal ketika Irak, Iran, dan Saudi Arabia dengan sejarah berdiri atas prakarsa intelejen IM-6 dan CIA (Central Intelligency America). Perselingkuhan besar ini sampai sekarang belum berakhir.Sedikitnya terdapat tiga poros gerakan Islam radikal yang mengakar sebagai kekuatan teologi-politik dan menumbuhsuburkan gerakan Islam radikal; pertama, gerakan Islam radikal pra-modern yang dipelopori Muhammad ibn Abdul Wahab di semenanjung Arabia yang disebut Wahabi. Kedua, gerakan Islam radikal kontemporer yang banyak mengadopsi pola gerak Ikhwan al-Muslimin di Mesir. Ketiga, model neo-fundamentalisme Islam revolusi Iran yang memunculkan Jama’ah Islamiah.Ketiganya bejuang menegakkan negara Islam bagi seluruh umat muslim di dunia dengan cara un-humanis.
Harus diketahui bahwa otoritas dalam menginterpretasikan nilai-nilai Islam untuk kemudian merefleksikannya dalam jalinan hubungan vertikal-horizontal memang bukan milik siapa-siapa. Oleh karenanya, sikap mengamini dan mengimani perbedaan adalah hal yang sangat wajar. Akan tetapi, jika kemudian muncul satu gerakan pemikiran yang cenderung deduktif pasca perbedaan, baik terhadap komunitas Islam ataupun non-Islam, maka tentu hal ini tidak lagi dapat dikatakan sebagai suatu hal yang wajar.
Maka, tantangan gerakan Islam saat ini dan kedepan adalah bagaimana menciptakan ruang plural yang mendapat dukungan dari berbagai komponen; agama, etnis, komunitas, untuk menciptakan stabilitas masyarakat, kemakmuran, keadilan, dan perdamaian. Otoriterisme di Irannya Khomeini. Libianya Qaddafi, Pakistannya Zia ul-Haq, dan Sudannya Basyir, maupun aktivis ekstrimis radikal di Mesir, Lebanon, Aljajair, dan negeri kita Indonesia, hanya akan menciptakan ketakutan akan ancaman penagmbilalihan Islam radikal dan merusak kredibilitas para tokohnya karena mengupayakan kekuasaan atas nama Islam di tengah tuntutan kehidupan yang demokratis.