Bumi serta segala isinya merupakan bidang kajian yang menarik perhatian para ilmuwan. Peradaban Islam tercatat lebih awal menguasai ilmu Bumi dibandingkan masyarakat Barat. Ketika Eropa terkungkung dalam 'kegelapan' dan masih meyakini bahwa Bumi itu datar di abad pertengahan, para sarjana Muslim telah membuktikan bahwa Bumi bulat seperti bola.
Wacana bentuk Bumi bulat baru berkembang di Barat
Wacana bentuk Bumi bulat baru berkembang di Barat
pada abad ke-16 M. Adalah astronom Nicolaus Copernicus, bapak astronomi modern, yang mencetuskannya. Di tengah kekuasaan Gereja yang dominan, Copernicus yang lahir di Polandia melawan arus dengan menyatakan bahwa seluruh benda di alam semesta berbentuk bola.
Seperti halnya peradaban Barat, masyarakat Tiongkok yang lebih dulu mencapai kejayaan dibandingkan dunia Islam pada awalnya meyakini bahwa Bumi itu datar dan kotak. Orang-orang Tiongkok baru mengubah keyakinannya tentang bentuk Bumi pada abad ke-17 M, setelah berakhirnya era kekuasaan Dinasti Ming. Sejak abad itulah, melalui risalah yang ditulis Xiong Ming-yu berjudul Ge Chi Cao wacana bentuk Bumi seperti bola mulai berkembang di Negeri Tirai Bambu.
Sosok Al Biruni dan Bumi Bulat
Sejarah keemasan Islam mencatat cukup banyak polymath--orang yang sangat kompeten tidak hanya dalam satu bidang ilmu, namun dalam beberapa bidang ilmu sekaligus, salah satu di antaranya adalah Abu Rayhan Muhammad bin Ahmad al Biruni, yang hidup antara 973 M sampai 1048 M. Sebagaimana lazimnya anak-anak di masa itu, Al Biruni sudah hafal Qur’an sebelum baligh. Tentu saja beliau juga belajar ilmu fiqih dasar dan mempelajarinya dengan serius sehingga pada saat berusia baligh beliau sudah mengenal semua syariat Islam yang wajib diketahui dalam kehidupan sehari-hari. Beliau lalu menekuni berbagai cabang ilmu sesuai minatnya.
Pada usia 17, Al Biruni sudah menghitung posisi lintang bujur dari Kath, Khwarizm, dengan metode tinggi Matahari. Al Biruni juga memecahkan persamaan geodesi kompleks untuk menghitung jari-jari Bumi. Dan beliau mendapatkan angka sekitar 6339,9 km, hanya berselisih 16,8 km dari nilai modern yaitu 6356,7 km.
Pada usia 22 tahun, Al Biruni sudah menulis sejumlah karya ilmiah, termasuk tentang proyeksi peta, penggunaan sistem koordinat 3D–Cartesian (waktu itu tentu saja belum disebut Cartesian) dan transformasinya ke sistem koordinat polar.
Untuk pengamatan astronomi, Al Biruni banyak membuat berbagai instrumen astronomi, seperti alat untuk mencari kiblat atau mengukur saat-saat salat di semua tempat di dunia. Al Biruni secara tegas membedakan astrologi dari astronomi . Dia menolak astrologi karena tidak empiris tetapi hanya menghubung-hubungkan dengan cara yang tidak logis.
Setelah membaca banyak data hasil pengamatannya, Al Biruni meyakini bahwa Bumi ini bulat, berputar pada porosnya sehari sekali, dan beredar mengelilingi Matahari setahun sekali. Ini hal yang bertentangan dengan pendapat umum saat itu, namun diyakini Al Biruni paling dekat dengan data-data empiris.
Dan berbeda dengan Ptolomeus, yang hanya memilih data yang sesuai teorinya, Al Biruni memperlakukan “error” dengan perlakuan yang lebih ilmiah, termasuk memperbaiki teorinya. Inilah yang kemudian melahirkan dukungannya pada teori heliosentris Copernicus, dan meninggalkan teori geosentris Ptolomeus. Beliau juga mengatakan bahwa orbit planet-planet itu bukan lingkaran tetapi elips. Sumber klik
Pada usia 17, Al Biruni sudah menghitung posisi lintang bujur dari Kath, Khwarizm, dengan metode tinggi Matahari. Al Biruni juga memecahkan persamaan geodesi kompleks untuk menghitung jari-jari Bumi. Dan beliau mendapatkan angka sekitar 6339,9 km, hanya berselisih 16,8 km dari nilai modern yaitu 6356,7 km.
Pada usia 22 tahun, Al Biruni sudah menulis sejumlah karya ilmiah, termasuk tentang proyeksi peta, penggunaan sistem koordinat 3D–Cartesian (waktu itu tentu saja belum disebut Cartesian) dan transformasinya ke sistem koordinat polar.
Untuk pengamatan astronomi, Al Biruni banyak membuat berbagai instrumen astronomi, seperti alat untuk mencari kiblat atau mengukur saat-saat salat di semua tempat di dunia. Al Biruni secara tegas membedakan astrologi dari astronomi . Dia menolak astrologi karena tidak empiris tetapi hanya menghubung-hubungkan dengan cara yang tidak logis.
Setelah membaca banyak data hasil pengamatannya, Al Biruni meyakini bahwa Bumi ini bulat, berputar pada porosnya sehari sekali, dan beredar mengelilingi Matahari setahun sekali. Ini hal yang bertentangan dengan pendapat umum saat itu, namun diyakini Al Biruni paling dekat dengan data-data empiris.
Dan berbeda dengan Ptolomeus, yang hanya memilih data yang sesuai teorinya, Al Biruni memperlakukan “error” dengan perlakuan yang lebih ilmiah, termasuk memperbaiki teorinya. Inilah yang kemudian melahirkan dukungannya pada teori heliosentris Copernicus, dan meninggalkan teori geosentris Ptolomeus. Beliau juga mengatakan bahwa orbit planet-planet itu bukan lingkaran tetapi elips. Sumber klik
Oleh : Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar