Selasa, 18 Desember 2018 bertepatan dengan milad CCSMORA UIN Walisongo Semarang, Program Studi Ilmu Falak menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema Uji Kelayakan Mata Untuk Rukyatul Hilal. Seminar tersebut dilaksanakan di gedung Audit 1 kampus I yang menghadirkan empat pembicara ahli. Pembicara pertama, KH. M. Inwanddin perukyat ulung dengan julukan mata elang dari Lajnah Falakiyah PCNU Gresik ini memaparkan bahwa rukyat tidak bisa dilakukan atas dasar asumsi tapi harus dilakukan dengan mata atau alat bantu optik dimulai 5-10 menit sebelum matahari terbenam. Kata kunci melakukan rukyat adalah yakin akan melihat hilal dan tidak boleh ragu sedikitpun, karena rukyat merupakan bagian dari ritual ibadah. Selain itu, melokalisir, mempersiapkan perhitungan dan peralatan rukyat juga penting dilakukan sebelum proses rukyat dilaksanakan. Model perhitungan harus diuji dengan metode rukyat minimal dua kali untuk meningkatkan kepekaan melihat hilal. Perukyat dengan mata tanpa alat bantu harus dikonfirmasi dengan alat bantu untuk meningkatkan keyakinan. Diakhir kalamnya, pakar ahli rukyatul hilal nasional ini berpesan; ‘karena rukyat merupakan bagian dari ritual ibadah, lakukanlah dalam keadaan suci atau berwudhu’.
Pembicara kedua, Drs. KH. Slamet Hambali, M.SI Pakar Falak Nasional dan Ketua Lajnah Falakiyah PWNU Jawa Tengah ini menyampaikan pengalamannya pertama kali melakukan rukyat hilal. Ketertarikannya pada dunia ilmu falak menjadikan motivasi kuat dalam diri untuk melakukan observasi meski sendiri di rumah sendiri. Pengalaman rukyat yang tidak terlupakan sekaligus menjadi perjuangan dalam sejarah hidupnya adalah ketia melakukan rukyat di tengah laut bersama rombongan dan tiba-tiba bahan bakar perahu habis dan harus berhenti di tengah laut lepas. Semasa hidupnya, menyatakan belum pernah melihat hilal. Keberuntungan yang dimiliki oleh KH. M. Inwanuddin dikatakan adalah sebuah fadhilah, namun kesaksian melihat hilal tidak serta diterima oleh tim Istbat. Ketika rukyat untuk penentuan awal bulan Ramadhan, ada salah satu diantara peserta rukyat menyatakan melihat hilal dan kesaksiannya diterima oleh PBNU namun ditolak oleh tim Istbat. Saat ini PBNU lebih selektif menerima laporan dari peserta rukyat yang menyatakan melihat hilal.
Pembicara ketiga, Prof. Dr. H. Thomas Djamaluddin, M.Sc Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menyampaikan materi tentang Rukyat Hilal dalam Perspktif Astronomi yang diawali dengan tidak ada dikotomi antara rukyat dan hisab karena keduanya ibarat satu mata koint yang tidak dapat dipisahkan. Rukyat dan hisab keduanya didasarkan dalil shahih dan diyakini. Kenapa rukyat masih dipakai? Karena rukyat adalah metode paling mudah yang diajarkan Nabi untuk penentuan awal bulan, prakteknya melihat langsung di langit bagian barat dengan periodesasi jelas mulai dari bulan tua bulan mati dan bulan muda (hilal) sehingga hilal menjadi pembatas antara bulan tua dengan bulan mati. Hilal jadi bukti kuat sebagai penentu awal bulan hijriah. Konjungsi belum bisa disebut sebagai penentu waktu awal bulan ketika bulan baru bergeser dari ekliptika. Bersambung...
Pembicara kedua, Drs. KH. Slamet Hambali, M.SI Pakar Falak Nasional dan Ketua Lajnah Falakiyah PWNU Jawa Tengah ini menyampaikan pengalamannya pertama kali melakukan rukyat hilal. Ketertarikannya pada dunia ilmu falak menjadikan motivasi kuat dalam diri untuk melakukan observasi meski sendiri di rumah sendiri. Pengalaman rukyat yang tidak terlupakan sekaligus menjadi perjuangan dalam sejarah hidupnya adalah ketia melakukan rukyat di tengah laut bersama rombongan dan tiba-tiba bahan bakar perahu habis dan harus berhenti di tengah laut lepas. Semasa hidupnya, menyatakan belum pernah melihat hilal. Keberuntungan yang dimiliki oleh KH. M. Inwanuddin dikatakan adalah sebuah fadhilah, namun kesaksian melihat hilal tidak serta diterima oleh tim Istbat. Ketika rukyat untuk penentuan awal bulan Ramadhan, ada salah satu diantara peserta rukyat menyatakan melihat hilal dan kesaksiannya diterima oleh PBNU namun ditolak oleh tim Istbat. Saat ini PBNU lebih selektif menerima laporan dari peserta rukyat yang menyatakan melihat hilal.
Pembicara ketiga, Prof. Dr. H. Thomas Djamaluddin, M.Sc Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menyampaikan materi tentang Rukyat Hilal dalam Perspktif Astronomi yang diawali dengan tidak ada dikotomi antara rukyat dan hisab karena keduanya ibarat satu mata koint yang tidak dapat dipisahkan. Rukyat dan hisab keduanya didasarkan dalil shahih dan diyakini. Kenapa rukyat masih dipakai? Karena rukyat adalah metode paling mudah yang diajarkan Nabi untuk penentuan awal bulan, prakteknya melihat langsung di langit bagian barat dengan periodesasi jelas mulai dari bulan tua bulan mati dan bulan muda (hilal) sehingga hilal menjadi pembatas antara bulan tua dengan bulan mati. Hilal jadi bukti kuat sebagai penentu awal bulan hijriah. Konjungsi belum bisa disebut sebagai penentu waktu awal bulan ketika bulan baru bergeser dari ekliptika. Bersambung...