Lima tahun lalu, Bapak dengan penuh kasih membawa tiga bibit pohon kelapa yang sudah tumbuh ke rumah. Bibit-bibit itu kami tanam di belakang rumah dengan harapan kelak akan tumbuh subur dan memberikan manfaat di masa depan. Namun, musim kemarau saat itu begitu keras. Satu bibit kelapa tidak mampu bertahan, satu lagi tumbuh tetapi tidak berbuah, sementara satu pohon lainnya berhasil bertahan, tumbuh kokoh, dan hingga hari ini menjadi saksi nyata atas usaha dan kasih sayang Bapak.

Pohon kelapa itu kini sudah berbuah lebat, meskipun pohonnya tidak tinggi. Rasanya begitu istimewa melihat hasil jerih payah yang dahulu hanya berupa bibit kecil kini memberikan begitu banyak manfaat. Hari ini, kami sebenarnya tidak berniat memetik buah kelapanya. Namun, mengingat buah pertama yang sudah tua hilang diambil orang, kami memutuskan untuk memanennya sebelum habis.



Sambil menikmati airnya yang manis dan daging buahnya yang empuk karena masih muda, ingatan tentang Bapak terasa begitu dekat. Pohon ini bukan sekadar pohon, tetapi simbol cinta dan doa yang Bapak tanamkan untuk kami. Terima kasih, Bapak. Semoga pohon kelapa ini terus tumbuh tinggi, berbuah lebat, dan memberi manfaat bagi siapa pun yang memetiknya. Semoga menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir untukmu, Bapak.




Melihat pohon kelapa ini, ingatan saya melayang pada kebun Bapak dulu, di tepi gunung, di atas lahan kosong. Di sana, Bapak menanam banyak sekali pohon kelapa, melinjo, durian, jambu, dan pisang. Setiap pekan, panen kelapa saja bisa mencapai puluhan bahkan ratusan butir kelapa. Namun, setelah semua pohon itu berbuah lebat dan tinggal menikmati hasil panennya, lahan itu tiba-tiba diakui sepenuhnya oleh orang tanpa memberikan sedikit pun ganti rugi.

Saya pernah bertanya kepada Bapak, “Bengen kaen kebon Bapak, ya?” Saat itu, di raut wajahnya terpancar kesedihan yang tak bisa disembunyikan. Wajar saja, mengingat jerih payah yang beliau curahkan tidak dihargai sedikit pun. Namun, saya mencoba menenangkan Bapak dengan berkata, “Insya Allah, selama pohon-pohon itu masih hidup, berbuah, dan bermanfaat bagi orang lain, pahala dan amal jariyahnya akan terus mengalir untuk Bapak.”

Meski pohon-pohon di kebun lama Bapak kini tak lagi menjadi milik kami, mereka tetap menjadi saksi bisu kerja keras dan keikhlasan Bapak. Meskipun hasilnya tidak sepenuhnya bisa dinikmati oleh keluarga, saya yakin manfaatnya bagi orang lain adalah tabungan pahala yang tak pernah putus untukmu, Bapak. Semoga setiap daun, buah, dan kehidupan yang dihasilkan dari pohon-pohon itu menjadi amal jariyah yang terus mengalir untukmu di akhirat. Aamiin...