Ide
awal tulisan ini bermula dari tayangan film sang pencerah yang
disutradarai oleh Hanug Bramantyo. Terdapat sepenggal cerita yang
menjadi kontroversi dalam film tersebut yaitu tentang problematika
pelurusan arah kiblat masjid Kauman Yogyakarta. KH Ahmad Dahlan yang
diperankan oleh Lukman Sardi berusaha dengan elegan memberikan
pencerahan kepada masyarakat bahwa masjid Kauman Yogyakarta tidak tepat
mengarah ke posisi kakbah.
Pesan
singkat yang disampaikan dalam film sang pencerah terkait dengan arah
kiblat, sebagaimana yang dituturkan Hanung Bramantyo, arah kiblat adalah
suatu hal yang sakral tapi lentur sifatnya. KH Ahmad Dahlan memberikan
contoh bahwa Islam itu sebetulnya tidak kaku melainkan lentur. Dengan
syarat, tetap memegang teguh nilai yang berlaku. Karena jauh lebih
penting adalah urusan ibadah dengan sang pencipta. pelaksanaan prinsip,
nilai, anjuran agama yang telah digariskan arah kiblat tetap menjadi
penting.
Atas
dasar itu, KH Ahmad Dahlan melakukan gerakan pemurnian, yang salah
satunya berupa upaya meluruskan arah kiblat umat Islam Indonesia. Kala
itu umat Islam Indonesia merasa cukup menghadap ke barat saja, tanpa
mempertimbangkan sesuai tidaknya dengan arah kiblat.
A. Sekapur Sirih
1. Sketsa Biografi KH. Ahmad Dahlan (1968 - 1923)
KH.
Ahmad Dahlan adalah seorang Pahlawan Nasional. Merupakan putera keempat
dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah
seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan
Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri
dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kasultanan Yogyakarta.
a. Seting Keluarga dan Pendidikan
Nama
kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak
keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya
perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan
yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan
seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor
pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan
Safwan, 1991).
Adapun
silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin
KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang
Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana
Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah
(Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik
Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).
Pada
umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekkah selama lima
tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan
pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al
Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke
kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada
tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua
tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib
yang juga guru dari pendiri NU, K. H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia
mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang
dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak
Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan,
seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya
dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu
Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti
Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah
pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi
Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai
putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan
Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah
dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9). Beliau
dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.
b. Sepak Terjang KH. Ahmad Dahlan dalam Organisasi
Disamping
aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang
mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Disamping itu, ia juga
dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan
berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang
cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai
seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai
gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan
dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat
mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat
Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada
tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk
melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan
ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal
menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia
untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits.
Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan
sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi
politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan
pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan
resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya.
Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la
dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada
yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang
Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak
membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan
sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan
pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada
tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada
Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu
baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No.
81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah
Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta.
Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan
organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari
dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal
ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda.
Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan
menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama
lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al
Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah . Sedangkan di Solo berdiri
perkumpulan Siddiq Amanah Tabligh Fathonan (SATF) yang mendapat pimpinan
dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia
menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian
dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan
Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang
diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda,
Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul
Qulub, Thaharatul Aba, Ta'aqanu ala birri, Ta'aruf bima kanu wal Fajri,
Wal Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan,
1991: 33).
Gagasan
pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan
mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui
relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan
sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia.
Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk
menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin
berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7
Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda
untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia.
Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2
September 1921.
Sebagai
seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk
proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama
hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah
diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun),
yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).
c. Pangkat Pahlawan Nasional
Atas
jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini
melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Rapublik
Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan
Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai
berikut:
1) KH.
Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari
nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
2) Dengan
organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan
ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan,
kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan
Islam;
3) Dengan
organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan
pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa,
dengan jiwa ajaran Islam;
4) Dengan
organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori
kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi
sosial, setingkat dengan kaum pria
2. Sang Pencerah itu Hanung Bramantyo
Setiawan Hanung Bramantyo atau yang akrab di telinga kita adalah Mas Hanung adalah seorang sutradara Indonesia yang terlahir di Yogyakarta, 36 tahun silam (1 Oktober 1975). Dalam Festival Film Indonesia 2005, ia terpilih sebagai Sutradara Terbaik lewat film arahannya, Brownies (untuk Piala Citra - film layar lebar). Ia juga dinominasikan sebagai Sutradara Terbaik untuk film cerita lepasnya, Sayekti dan Hanafi, namun yang kemudian mendapatkan penghargaan adalah Guntur Soehardjanto. Pada Festival Film Indonesia 2007 ia kembali terpilih sebagai Sutradara Terbaik melalui film Get Married. Bramantyo pernah kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia namun ia tidak menyelesaikannya. Setelah itu ia pindah mempelajari dunia film di Jurusan Film Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Salah satu filmnya yang kontroversial adalah "Tanda Tanya (?)" yang mempertanyakan tentang intoleransi. dimana Front Pembela Islam memprotesnya dan Hanung telah menemui
Majelis Ulama Indonesia dan menyetujui memotong beberapa bagian filmnya.
Walaupun begitu filmnya yang menyajikan kemoderenan dan kedamaian dalam
Islam mendapat sambutan yang baik di Singapura, Australia dan Kanada.