Zakat merupakan salah satu rumpun kajian fikih yang memiliki implikasi terhadap kesejahteraan kehidupan bersama. Selain memiliki implikasi kesalehan individual, zakat mengajarkan manusia untuk ikut memperhatikan kesejahteraan sosial. Allah Swt sangat adil ketika menciptakan manusia dengan kondisi sosial ekonomi yang tidak sama, sementara pada waktu yang bersamaan, Allah swt mewajibkan kepada
manusia untuk memperhatikan golongan yang lemah lewat pesan-pesan agama. Fungsi agama Islam yang hadir sebagai pembebas, salah satunya diwujudkan dengan adanya tuntutan dari agama Islam terhadap pemeluknya untuk melakukan ‘asistensi’ terhadap golongan lemah, dengan upaya-upaya pemberdayaan dari aspek ekonominya. Oleh karena itu, sudah seharusnya jika manusia menjalin hubungan baik dengan Allah Swt, ia akan memperhatikan upaya pemberdayaan ini terhadap sesama manusia. Pertolongan yang diupayakan seseorang untuk orang lain (si lemah), sudah seharusnya bukan semata-mata dimaknai sebagai kepentingan posisi individual-kemanusiaan, namun juga dipahami sebagai tugas suci yang harus dijalankan yang berasal dari Allah swt.
Ummat Islam percaya bahwa perintah zakat berasal dari Allah swt, segala implikasi positif bagi kesejahteraan sosial akan dapat ditimbulkan jika perintah tersebut dilakuakn. Secara faktual, tidak dapat disangkal bahwa keberadaan dana zakat sangat bermanfaat terhadap pemberdayaan masyarakat. ‘The ultimate goal’ yang dapat dirasakan dari kewajiban ini adalah tidak terjadinya penumpukkan harta hanya pada segelintir orang yang akan menyebabkan ketimpangan sosial. Maka, disini zakat muncul sebagai instrumen pemerataan yang akan menjamin keharmonisan masyarakat.
Dilihat dari aspek ini, seharusnya semua harta halal yang memiliki sifat ‘lebih dan berkembang’ wajib untuk diambil zakatnya dan digunakan untuk upaya-upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat lemah. Namun, di masyarakat hal tersebut belum terrealisir secara maksimal. Fungsi zakat sebagai instrumen pemerataan ekonomi belum dapat disikapi secara sempurna, lantaran pengetahuan masyarakat terhadap harta yang harus dikeluarkan zakatnya terbatas pada sumber-sumber konvensional yang amat terbatas dan sudah banyak mengalami perkembangan. Di samping itu, pada sisi lain, dalam kehidupan bernegara ada kewajiban lain yang harus ditunaikan oleh warga negara atas harta yang dimiliki seseorang yang dikenal dengan nama pajak. Dua hal tersebut, menjadikan zakat tidak mendapatkan perhatian yang cukup, sehingga cenderumg untuk tidak dianggap lebih penting. Selain itu, peranan zakat di Indonesia belum maksimal karena banyak dipengaruhi oleh keterbatasan pengetahuan umat Islam terhadap posisi zakat. Sebagian besar mereka masih didominasi oleh pandangan tradisional yang hanya mempertimbangkan aspek peribadatan semata, dengan menomorduakan implikasi sosialnya.
Melihat keberadaan zakat sebagai instrumen pemerataan ekonomi yang pesan-pesan normatifnya diyakini berasal dari Allah swt, tetapi keberadaannya tidak saja berkutat pada ranah peribadatan semata. Sehingga ada ruang bagi umat Islam untuk meng-creat pengelolaannya agar keduanya lebih berdaya guna bagi kesejahteraan bersama. Zakat wajib atas semua kelebihan harta halal yang dimiliki seseorang tanpa ada batasan jenisnya.
            Potensi zakat memiliki fungsi yang sangat signifikan untuk pemberdayaan ekonomi ummat disaat carut-marut dengan pemberitaan media bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) akan mengalami kenailkan. Jika diuraikan secara terperinci, zakat memiliki fungsi dan peran : pertama, zakat sebagai fungsi ibadah (religion-normative), setiap individu yang memiliki kewajiban membayar zakat kemudian ditunaikan kewajibannya, hal tersebut dapat memberikan indikasi bahwa tiap individu telah membuktikan ketaatan dirinya kepada Allah swt dan sebagai bukti implementasi rasa syukur. Kedua, zakat sebagai sadar hukum (yuridis), tiap individu yang menunaikan kewajiban zakat ia telah melakukan kesadaran hukum yang bertujuan untuk pemberantasan ekonomi secara  rahamtallilla’alamin. Ketiga, zakat memiliki fungsi sosial (ukhuwah) yaitu untuk menyeimbangkan antara kaum lemah dengan dengan kaum elit, agar tidak terjadi gap atau kesenjangan antara kaya dan miskin. Kempat, zakat berfungsi sebagai pemerataan dan pemberdayaan ekonomi ummat apabila dikelola dengan maksimal, seperti perkembangan zakat konvensional ke zakat modern (zakat produktif). Kelima, zakat berfungsi sebagai pembentukan karakter dan mental, dengan ibadah zakat, tiap individu diajarkan untuk memiliki sifat dermawan, ikhlas, peduli, disiplin, tidak cinta dunia, mulia, dan karakter-karakter baik lainnya. Akan tetapi, ada yang lebih penting lagi bahwa manfaat zakat bukan hanya terhadap persoalan religi, tapi juga terhadap pemerataan ekonomi dan persoalan kohesivitas sosial.