Ilustrasi Gambar dari Internet

        Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh tentang moderasi beragama perlu diuraikan dua istilah penting yang berkaitan dengan moderasi berberagama, yaitu moderasi agama dan modernisasi agama. Sejatinya, agama tidak perlu dimoernisasi karena agama sudah built in sejak awal dan agama juga tidak perlu dimodernisasi karena agama sudah final. Maka, istilah yang tepat adalah moderasi beragama yaitu cara pandang sikap dan praktek beragama dalam kehidupan bersama. Ketika agama dibawa dalam diruang publik maka perlu moderasi beragama dan harus mengejawantahkan esensi dan nilai-nilai dari ajaran agama.

Istilah moderasi dalam Islam dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang sepadan dengan kata tawassuth berarti (tengah-tengah), i’tidal (adil) dan tawazun (berimbang).  Kata wasathiyah juga diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apapun kata yang digunakan semuanya menunjukkan satu makna yang sama yakni adil, dalam konteks ini berarti memilih posisi yang tidak memiliki keberpihakan di antara berbagai pilihan yang ekstrem. Kata wasith bahkan sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata “wasit” yang sederhananya dimaknai sebagai “penengah” dalam olahraga sepak bola.

Moderasi beragama dapat dipahami sebagai cara pandang, sikap, dan perlaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama dan menjunjung tinggi keberagaman. Moderasi beragama dipahami sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengalaman agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif). Keseimbangan atau ketidak berpihakan dapat menghindarkan kita dari sikap ekstrem yang berlebihan dalam beragama.

Moderasi (wasath) juga berarti adil, yang dapat dimaknai dengan cara pandang yang moderat yaitu cara pandang yang memiliki sifat dan sikap yang adil, baik terhadap diri sendiri maupun pada orang lain. Adil terhadap diri sendiri dapat dimaknai sebagai menerima kenyataan dengan kondisi diri yang dapat teraplikasi dengan adil terhadap orang lain, yaitu sikap yang dapat memahami dan menerima kenyataan keberagaman pendapat atau pandangan yang ada pada setiap individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang melahirkan sikap penghargaan serta menerima terhadap pandangan yang berbeda di masyarakat.

Dalam konteks yang lebih luas, moderasi mengandung makna bahwa warga mayoritas dituntut untuk sedapat mungkin untuk menghargai warga minoritas sebagai implementasi atas sikap adil. Keadilan dimaksud sebagai kesadaran bahwa setiap orang atau golongan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan berbanagsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai pengikat kebersamaan dan persatuan.

Seseorang dapat dikatakan moderat jika memiliki sikap yang berkeadilan, baik terhadap kelompoknya sendiri maupun kelompok lain. Ia tidak diperkenankan memihak hanya karena alasan bahwa orang tersebut adalah berasal dari kelompoknya, tetapi keberpihakannya selalu berdasar pada kebenaran dan keadilan walaupun itu akan bertentangan dengan kelompoknya sendiri.

Pandangan moderasi beragama dalam praktiknya dapat diketahui pada keragaman pelaksanaan hari raya baik idul fitri maupun idul adha. Perbedaan ini akan terus terjadi pada tahun-tahun berikutnya karena menurut perhitungan dalam kalender hijriyah terdapat potensi terjadinya perbedaan dalam penetapan awal bulan hijriyah. Perbedaan ini harus disikapi dengan saling menghargai masing-masing diantara umat Islam dan diberi hak dan kesempatan yang sama untuk melaksanakannya sebagai implementasi keberagaman pandangan dan sikap yang berkeadilan.  Memberi fasilitas kepada mereka yang mengawali lebih dahulu shalat idul fitri atau idul adha adalah langkah menghargai dan menghormati sesama penganut agama. Moderasi juga meniscayakan adanya persatuan yang melahirkan harmoni diantara kelompok masyarakat. Moderasi beragama bukan hanya mengandung makna memiliki pandangan yang seimbang, tetapi ia harus dibarengi dengan sikap yang toleran, berkeadilan baik sesama agama maupun lintas agama.

Sakirman (Dosen Ilmu Falak IAIN Metro, Peserta PKDP 2023 PTP UIN Raden Intan Lampung)