Gelar akademik yang saat ini telah kusandang adalah hasil dari perjalanan panjang yang penuh perjuangan, dan salah satu pendorong utama keberhasilanku adalah kegigihan Bapak yang tak pernah lelah memberikan motivasi. Ketika semangat belajarku melemah, Bapak selalu hadir dengan nasihat-nasihat yang menguatkan. Aku masih ingat betul ucapannya yang sering beliau ulang, penuh makna dan kasih sayang:

"Lek, belajar ini biar kamu pintar, kamu juga yang nantinya akan merasakan enaknya. Kalau kamu malas belajar, nanti kamu jadi orang bodoh, jadi pekerja kuli, tukang kerja bangunan. Rasa perih cukup Bapak saja yang merasakan..."

Pernyataan itu menjadi cambuk sekaligus pengingat bagiku, bahwa usaha yang kulakukan saat ini bukan hanya untuk diriku, tetapi juga untuk menghormati jerih payah dan pengorbanan Bapak. Kata-katanya tak hanya menumbuhkan semangat, tetapi juga menanamkan rasa tanggung jawab terhadap masa depan yang tengah kurajut.

Masa itu, aku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, setara dengan Madrasah Tsanawiyah. Setiap kali rasa malas menyergap, nasihat Bapak selalu terngiang, mendorongku untuk kembali bangkit dan berusaha lebih keras. Setelah lulus, Bapak mempercayakan aku kepada paman untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas. Di sana, aku belajar mandiri dan semakin memahami arti perjuangan.

Setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas, aku melanjutkan ke perguruan tinggi untuk meraih gelar Sarjana (S1). Perjalanan itu pun tidak mudah, namun doa dan dukungan keluarga, terutama Bapak, selalu menjadi sumber kekuatanku. Dengan kerja keras dan ketekunan, aku berhasil menyelesaikan studi S1 dengan hasil yang memuaskan.

Tak berhenti di sana, aku mendapatkan kesempatan luar biasa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister (S2) melalui program beasiswa. Kesempatan ini adalah buah dari kerja keras yang selama ini kupupuk, dibarengi dengan motivasi kuat yang Bapak tanamkan sejak kecil. Pada jenjang ini, aku menghadapi tantangan yang lebih besar, tetapi semangat untuk terus belajar dan berprestasi membuatku mampu menyelesaikannya dengan baik.

Kemudian, perjalanan akademikku berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan tekad yang sama dan dukungan beasiswa, aku melanjutkan studi doktoral (S3). Ini adalah puncak dari perjuangan panjangku dalam dunia pendidikan. Gelar doktor yang kini kusandang adalah bukti nyata bahwa kerja keras, doa, dan dukungan keluarga, terutama dari Bapak, mampu mengantarkanku pada pencapaian yang luar biasa.

Namun, di atas semua gelar akademik ini, aku selalu percaya bahwa Bapak adalah "profesor" sejati dalam hidupku. Nasihat, pelajaran, dan teladan yang Bapak berikan jauh melampaui apa yang diajarkan di ruang-ruang kuliah. Bapak adalah guru pertama dan terpenting dalam hidupku, sosok yang menanamkan nilai-nilai kerja keras, tanggung jawab, dan keyakinan bahwa ilmu adalah bekal terbaik untuk masa depan.

Gelar doktor yang kini kusandang bukan hanya milikku, tetapi juga milik Bapak, profesorku yang tanpa tanda jasa. Terima kasih, Bapak, atas setiap doa, peluh, dan kasih sayang yang telah kau berikan. Rasa perih yang dulu Bapak rasakan telah menjadi pondasi kebahagiaan dan kesuksesan yang kini bisa kita nikmati bersama.