Tadi malam, dalam suasana haru dan penuh doa, keluarga besar kami menggelar acara yasinan untuk mengenang 40 hari kepergian almarhum Bapak. Bapak adalah sosok yang sederhana, berpegang teguh pada prinsip, penuh kasih dan tanggungjawab, serta memiliki cita-cita mulia untuk menunaikan ibadah haji, sebuah impian yang selalu ia ungkapkan dengan penuh harapan.

Bapak pernah berpesan, "Jika aku meninggal sebelum sempat berangkat haji, tolong badalkan hajiku." Kata-kata ini terucap dengan tulus, menjadi wasiat terakhirnya yang membekas di hatiku, saat terakhir ngobrol.

Baginya, ibadah haji bukan sekadar perjalanan spiritual, melainkan sebuah harapan yang ingin ia wujudkan setelah memastikan anak-anaknya mandiri dan mampu berdiri di atas kaki sendiri. Namun, Allah memiliki rencana lain. Sebelum sempat menjejakkan kaki di Tanah Suci, Bapak dipanggil ke haribaan-Nya.

Bapak adalah sosok yang penuh pendirian, terutama dalam hal ibadah. Meskipun secara finansial mampu untuk melaksanakan ibadah umrah maupun haji, Bapak selalu memprioritaskan ibadah haji terlebih dahulu. Baginya, haji adalah kewajiban yang utama, sebuah panggilan suci dari Allah yang menjadi rukun Islam kelima dan harus dipenuhi selagi masih diberikan kesehatan dan kemampuan.

Keinginan Bapak untuk berhaji begitu kuat, melampaui keinginannya untuk menjalankan ibadah umrah. Ia sering berkata, "Haji adalah kewajiban, umrah adalah sunnah. Kalau Allah memberikan kemampuan, dahulukan yang wajib terlebih dahulu."Pemikiran ini menjadi prinsip yang selalu ia pegang teguh dalam menyusun prioritas hidupnya.

Bapak percaya bahwa ibadah haji memiliki makna spiritual yang sangat mendalam, tidak hanya sebagai bentuk ketaatan, tetapi juga sebagai puncak penghambaan seorang hamba kepada Sang Pencipta. Bagi Bapak, haji adalah perjalanan besar yang harus dipersiapkan dengan hati yang bersih, niat yang lurus, dan kesiapan lahir batin.

Kini, meskipun Bapak telah berpulang sebelum sempat melaksanakan impian tersebut, pesan dan prinsip hidupnya menjadi teladan bagi kami. Kami sekeluarga bertekad untuk mewujudkan wasiat Bapak melalui badal haji, agar cita-cita sucinya dapat tetap terpenuhi.

Kini, Mamak di rumah ditemani anak, cucu dan cicitnya, sambil menunggu panggilan ibadah haji yang rencananya akan dilaksanakan bersama Bapak. Namun, takdir berkata lain. Bapak lebih dahulu pergi untuk selamanya. Padahal, yang pertama kali memiliki keinginan besar untuk menunaikan ibadah haji adalah Mamak. Beliaulah yang terus memotivasi Bapak untuk berangkat ke Tanah Suci.

Dengan usia Mamak yang telah senja, kami sekeluarga berharap dan berdoa agar tahun ini menjadi tahun keberangkatan beliau untuk menunaikan kewajiban rukun Islam yang kelima itu. Kami pun telah mempersiapkan salah satu ahli waris untuk mendampingi dan menemani Mamak dalam perjalanan sucinya ke Baitullah, demi mewujudkan cita-cita yang selama ini menjadi impiannya.

Semoga Allah mempermudah segala urusan, menerima amal ibadah Bapak, dan memberikan kesehatan serta kekuatan kepada Mamak untuk melaksanakan haji dengan tenang dan khusyuk. Aamiin.