Hilal merupakan faktor
penting penentu awal bulan dalam kalender Islam. Pendefinisian hilal sangat
pentung untuk mengetahui keseragaman yang berujung pada terbentuknya penyatuan
zona waktu kalender Islam dalam skala yang lebih luas. Potensi perbedaan penetapan awal Ramadhan hingga
beberapa tahun kedepan rentan terjadi, tetapi semoga masih terbuka dialog agar
bisa bersatu. Egoisentrisme kelompok harus dihindari
demi persatuan umat Islam, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang demi kebersamaan
ibadah umat Islam. Ijtihad penentuan awal bulan secara teologis adalah hal yang
logis. Keyakinan penentuan awal bulan hijriyah secara pribadi, baik dengan
hisab maupun rukyat bisa dibenarkan secara syar'i. Tetapi saat ini yang menjadi
masalah adalah mengajak umat secara umum
menyelesihi pemerintah secara terang-terangan yang mana pemerintah juga sudah
mempertimbangkan dua pemikiran baik hisab dan rukyat yang menjadi acuan dalam
sidang itsbat. Keluarnya salah satu ormas dari
sidang isbat tidak dibenarkan di negara yang mengedepankan asas demokratis.
Karena sidang itsbat adalah upaya pemerintah untuk mengakomodasi semua
pendapat. Meniadakan sidang itsbat, berarti mengabaikan pendapat yang
menyatakan penetapan awal dan akhir Ramadhan harus diistsbatkan oleh
pemerintah, bukan ditetapkan secara individu atau kelompok.
Perbedaan penetapan awal
bulan lebih khusus pada tiga bulan yang sarat dengan ibadah masa seperti
Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dalam kalender Islam
penetapannya banyak menimbulkan persoalan yang berdampak pada pecahnya rasa
kebersamaan dan mengganggu kekhusyuan umat Islam dalam beribadah. Hal ini tentu
akan berdampak pada wilayah lain seperti aspek politis, ekonomis dan
sosiologis. Jika dicermati, selama ini perhatian
umat Islam saat menjelang Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah lebih terfokus pada persoalan hisab dan rukyat dan
mengabaikan aspek toleransi-sains. Padahal Islam sangat mengedepankan
aspek toleransi dan ilmu, bukan arogansi yang berkepanjangan. Perbedaan
penetapan ini muncul sebetulnya bukan karena persoalan hisab dan rukyat semata.
Tetapi ada persoalan fundamental yang tidak disadari oleh umat Islam, yaitu
belum terbentuknya “Kalender Islam Universal” yang dapat digunakan secara
seragam dalam skala nasional. Selama Kalender Islam Universal belum terwujud
maka perbedaan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dari tahun ke tahun akan senantiasa muncul dan dialami
oleh umat Islam.
Seperti halnya awal Ramadhan
1433 hijriyah yang terjadi di Indonesia, kajian atas hilal menjadi perhatian
umat Islam yang cukup serius. Lantaran posisi hilal yang menentukan 1 Ramadhan 1433 hijriyah
sangat kritis. Dikatakan kritis karena ketinggian hilal masih dibawah 2
derajat. Sehingga akan terjadi perbedaan penetapan 1 Ramadhan 1433 hijriyah antara kubu hisab
dan rukyat. Kubu hisab akan menetapkan 1 Ramadhan 1433 hijriyah lebih dahulu
ketimbang kubu Rukyat. Sehingga, umat Islam Indonesia akan mengalami perbedaan
dalam penetapan awal Ramadhan tahun ini.
Dalam penetapan Ramadhan,
umat Islam menggunakan dua metode yang berbeda. Pertama, dengan metode wujud
al-hilal (bulan wujud) di atas ufuk, berapapun ketinggian hilal ketika
bulan sudah dinyatakan wujud maka sudah masuk bulan baru. Dalam prediksi hisab, konjungsi akhir
Sya’ban 1433 hijriyah terjadi pada Kamis 19 Juni 2012 pukul 11:25 WIB. Dengan
demikian awal Ramadhan 1433 hijriyah terjadi pada Jum’at 20 Juli 2012.
Berdasarkan perhitungan ilmu falak kontemporer, hilal pada hari Kamis 19 Juli
2012 dinyatakan positif di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga, ormas yang
menggunakan kriteria hisab akan menetapkan 1 Ramadhan 1433 hijriyah pada hari
Jum’at 20 Juni 2012.
Kedua, dengan metode rukyat al-hilal, umat
Islam yang menetapkan Ramadhan dengan metode ini mensyaratkan hilal harus
terlihat oleh mata minimal 2 derajat. Dalam prediksi rukyat, ketinggian hilal
pada Kamis 19 Juli 2012 berada pada ketinggian 1,5 derajat. Meski elongasi di
atas 4 derajat, namun umur hilal baru 6,5 jam, sehingga secara Imkan
al-Rukyah mustahil hilal dapat terlihat. Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa pada esok harinya Jum’at 20 Juli 2012 masih masuk bulan Sya’ban 1433
hijriyah atau Istikmal yakni menggenapkan 30 hari untuk Sya’ban 1433
hijriyah. Pemerintah yang menggunakan kriteria Imkan al-Rukyah dan ormas
yang menggunakan kriteria Rukyat akan menetapkan 1 Ramadhan 1433 hijriyah pada
hari Sabtu 21 Juli 2012.
Kalender Islam yang bersifat universal
semkain menjadi kebutuhan umat Islam yang mendesak. Berbagai usaha telah
dilakukan agar kalender Islam bisa berlaku
secara seragam dalam skala nasional. Kebutuhan akan hal ini dapat dimengerti
karena dapat menjadi lambang pemersatu umat Islam dan dapat menjembatani
perbedaan waktu pelaksanaan ibadah, sebagaimana yang relatif sudah berhasil
diterapkan pada penentuan waktu-waktu shalat. Hingga kini usaha penyatuan
kalender Islam belum menemukan titik temu.
Kendalanya adalah, bahwa tiap ormas cenderung tetap menggunakan metode dan
kriterianya masing-masing dan belum sepakat dengan kriteria yang dirumuskan
oleh pemerintah sebagai acuan bersama.
Membangun visi
untuk menjadikan kalender Islam sebagai
kalender universal yang dapat mempersatukan umat menjadi tugas bersama.
Kalender Islam bukan kalender yang terbatas
dan terkotak-kotak menjadi kalender privat kebanggaan masing-masing ormas.
Kalender Islam yang mempersatukan umat
adalah kalender yang bukan hanya untuk kepentingan ibadah, melainkan untuk
kegiatan bisnis dan administrasi negara. Kalender Islam
bukan lagi ranah agama, tetapi kalender sosial. Masyarakat Indonesia
memerlukannya, setara dengan kalender Masehi. Perbankan Syariah kini setara
dengan perbankan Konvensional, bukan di negara-negara Islam, di Eropa pun bisa
berkembang "Bulan Sabit Merah" yang setara dengan "Palang
Merah" kini saatnya kalender Islam setara dengan kalender Masehi.
Penetapan awal Ramadhan merupakan satu dari sekian banyak hal yang
terkait dengan aspek ibadah di dalamnya. Merumuskan Kalender Islam sebagai kalender Universal dengan berbagai pendekatan
disiplin ilmu disertai dengan adanya batas wilayah keberlakuan hukum Indonesia sudah
seharusnya Kalender Islam Universal dilegalisasi melalui otoritas tunggal yaitu
pemerintah dengan mengedepankan dialog universal berkesinambungan yang didukung
dengan semangat ukhuwwah
(persaudaraan), saling menghormati dan penuh toleransi.