oleh Dr. Yusuf Qardhawi
 Ulama-ulama salaf yang berpendapat bahwa  harta  penghasilan
wajib   zakat,   diriwayatkan   mempunyai   dua  cara  dalam
mengeluarkan zakatnya:
 
1. Az-Zuhri berpendapat bahwa bila seseorang memperoleh
   penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib
   zakatnya datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat
   itu terlebih dahulu dari membelanjakannya, dan bila tidak
   ingin membelanjakannya maka hendaknya ia mengeluarkan
   zakatnya bersamaan dengan kekayaannya yang lain-lain.
   
   Hal serupa atau dekat dengan pendapat tersebut adalah
   pendapat Auza'i tentang seseorang yang menjual hambanya atau
   rumahnya bahwa ia wajib mengeluarkan zakat sesudah menerima
   uang penjualan ditangannya, kecuali bila ia mempunyai bulan
   tertentu untuk mengeluarkan zakat, maka ia hendaknya
   mengeluarkan zakat uang penjualan tersebut bersamaan dengan
   hartanya yang lain tersebut.
   
   Ini berarti bahwa bila seseorang mempunyai harta yang
   sebelumnya harus dikeluarkan zakatnya dan mempunyai masa
   tahun tertentu maka hendaknya ia mengundurkan pengeluaran
   zakat penghasilannya itu bersamaan dengan hartanya yang
   lain, kecuali bila ia kuatir penghasilannya itu
   terbelanjakan sebelum datang masa tahunnya tersebut yang
   dalam hal ini ia hendaknya segera mengeluarkan zakatnya.
   
2. Makhul berpendapat bahwa bila seseorang harus
   mengeluarkan zakat ada bulan tertentu kemudian memperoleh
   uang tetapi kemudian dibelanjakannya, maka uang itu tidak
   wajib zakat, yang wajib zakat hanya uang yang sudah datang
   bulan untuk mengeluarkan zakatnya itu. Tetapi bila ia tidak
   harus mengeluarkan zakat pada bulan tertentu kemudian ia
   memperoleh uang, maka ia harus mengeluarkan zakatnya pada
   waktu uang tadi diperoleh.
 
Pendapat itu dengan demikian memberikan keistimewaan  kepada
orang-orang  yang  mempunyai  uang  yang  harus  dikeluarkan
zakatnya pada  bulan  tertentu  itu,  dan  tidak  memberikan
keistimewaan  kepada orang yang tidak mempunyai uang seperti
itu.  Yaitu  membolehkan  orang-orang  yang   pertama   tadi
membelanjakan   penghasilannya   tanpa   mengeluarkan  zakat
kecuali  bila  masih  bersisa  sampai  bulan  tertentu  yang
dikeluarkan zakatnya bersamaan dengan kekayaannya yang lain,
sedangkan mereka yang tidak mempunyai  kekayaan  lain  harus
mengeluarkan   zakat   penghasilannya  pada  waktu  menerima
penghasilan tersebut. Kesimpulannya:  memberikan  keringanan
kepada  orang yang mempunyai kekayaan lain dan memberi beban
berat kepada orang  yang  tidak  mempunyai  kekayaan  selain
penghasilannya tersebut.
 
Dalam  masalah  ini  yang  lebih  kuat  menurut  saya adalah
pendapat bahwa penghasilan yang mencapai nisab wajib diambil
zakatnya,  sebagaimana yang dikatakan Zuhri dan Auza'i, baik
dengan mengeluarkan zakatnya begitu diterima  ini  khususnya
bagi  mereka yang tidak mempunyai kekayaan lain yang bermasa
wajib zakat tertentu ataupun dengan mengundurkan pengeluaran
zakat sampai batas setahun bersamaan dengan kekayaannya yang
lain bila ia tidak kuatir akan membelanjakannya, tetapi bila
ia  kuatir  penghasilan itu akan terbelanjakan olehnya, maka
ia harus mengeluarkan zakatnya segera. Dan juga sekalipun ia
membelanjakan   penghasilannya   itu,  maka  zakatnya  tetap
menjadi tanggungjawabnya, dan  bila  tidak  mencapai  nisab,
zakatnya  dipungut  berdasar  pendapat  Makhul  yaitu  bahwa
kekayaan yang sudah sampai  bulan  pengeluaran  zakat  harus
dikeluarkan zakatnya, kekayaan yang harus dibelanjakan untuk
nafkah sendiri dan tanggungannya tidak diambil zakatnya, dan
bila  ia  tidak  mempunyai harta lain, ia harus mengeluarkan
zakatnya pada waktu  tertentu,  sedangkan  penghasilan  yang
tidak  mencapai  nisab,  tidak  wajib  zakat sampai mencapai
nisab bersama dengan kekayaan lain  yang  harus  dikeluarkan
zakatnya pada waktu itu dan masa sampainya dimulai dari saat
tersebut.
 
Pemilihan pendapat yang lebih kuat diatas berarti memberikan
keringanann  kepada  orang-orang  yang  mempunyai gaji kecil
yang tidak cukup senisab dan  kepada  mereka  yang  menerima
gaji  kecil  pada  waktu-waktu tertentu yang per satu kali
waktu tidak cukup senisab.
 
Pengeluaran Zakat Pendapatan dan Gaji Bersih
 
Setelah  kita  menegaskan  pendapat  yang  terpilih  tentang
kewajiban  zakat  atas gaji, upah, dan sejenisnya, maka kita
menegaskan pula bahwa  zakat  tersebut  hanya  diambil  dari
pendapatan bersih.
 
Pengambilan  dari  pendapatan  atau  gaji bersih dimaksudkan
supaya hutang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup terendah
seseorang  dan  yang  menjadi tanggungannya bisa dikeluarkan
karena  biaya   terendah   kehidupan   seseorang   merupakan
kebutuhan  pokok  seseorang, sedangkan zakat diwajibkan atas
jumlah  senisab  yang   sudah   melebihi   kebutuhan   pokok
sebagaimana telah   kita  tegaskan  di  atas.    Juga  harus
dikeluarkan  biaya   dan   ongkos-ongkos   untuk   melakukan
pekerjaan  tersebut,  berdasarkan  pada pengqiasannya kepada
hasil bumi dan kurma serta  sejenisnya,  bahwa  biaya  harus
dikeluarkan  terlebih dahulu baru zakat dikeluarkan zakatnya
dari sisa. Itu adalah pendapat 'Atha dan lain-lain.
 
Berdasarkan hal itu maka sisa gaji  dan  pendapatan  setahun
wajib  zakat  bila  mencapai  nisab uang, sedangkan gaji dan
upah setahun  yang  tidak  mencapai  nisab  uang - setelah
biaya-biaya diatas dikeluarkan misalnya gaji pekerja-pekerja
dan pegawai-pegawai kecil, tidak wajib zakat.
 
PERHATIAN
 
Bila seseorang sudah mengeluarkan zakat  gaji,  penghasilan,
atau  sejenisnya  pada  waktu  menerimanya, maka tidak wajib
zakat lagi pada waktu masa tempo tahunnya  sampai,  sehingga
tidak  terjadi  kewajiban  mengeluarkan  zakat dua kali pada
satu  kekayaan  dalam  satu  tahun.   Karena   itulah   kita
menegaskan dalam pembahasan mengenai harta penghasilan bahwa
bila seseorang  mempunyai  penghasilan  itu  maka  ia  harus
menangguhkan  pengeluaran  zakatnya  sampai bersamaan dengan
pengeluaran zakat kekayaannya yang  lain  yang  sudah  jatuh
tempo zakatnya, bila ia tidak kuatir penghasilannya itu akan
terbelanjakan olehnya sebelum temponya sendiri jatuh.
 
Kita berikan contoh tentang itu  bahwa  seseorang  mempunyai
kekayaan  yang  dikeluarkan  zakatnya setiap tahun pada awal
bulan Muharram,  bila  ia  memperoleh  penghasilan,  gajinya
umpamanya pada bulan Safar atau Rabiul Awal atau bulan-bulan
sesudahnya dan ia sudah  mengeluarkan  zakatnya  pada  waktu
menerimanya,  maka ia tidak waJib lagi mengeluarkan zakatnya
sekali lagi pada akhir tempo bersama dengan kekayaannya yang
lain   itu,   tetapi  mengeluarkan  zakat  dari  penghasilan
tersebut atau sisanya pada masa tempo kedua,  sehingga  kita
tidak   mempersukar   diri  sendiri  sedangkan  Allah  telah
menegakkan syariat-Nya atas dasar kemudahan.